Senin, 22 Februari 2010

Maulid NabiI, Tradisi Yang Bersyari'at




Nabi Muhammad SAW adalah Nabi akhir zaman yang membawa zaman kegelapan menuju zaman yang terang penuh dengan cahaya, bagaimana tidak jika saat beliau lahir, saat itu juga pintu langit ditutup untuk iblis yang biasanya dengan seenaknya mencuri informasi-informasi penting langsung dari langit, semenjak itu pula para dukun sudah tidak dapat meramal lagi dengan akurat, karena iblis selalu dilempari oleh para Malaikat ketika berusaha menembus langit.
Dengan demikian bisa kita rasakan betapa gelapnya zaman sebelum Rasulullah SAW dilahirkan, yakni ketika umat manusia terkena wabah mempercayai dukun-dukun sesat yang menyesatkan dan mereka tidak merasa telah diperbudak menjadi bagian dari tentara iblis yang diandalkan, namun semuanya berubah setelah Nabi Muhammad SAW hadir dimuka bumi ini dengan membawa cahaya ilmu yang menjadi petunjuk bagi para jin dan manusia.


Tugas kita sebagai kholifatullah fil Ardhi tentu harus menapaki budi pekerti belia yang Akhlakul Karimah, termasuk salah satu cara untuk mengetahui budi pekerti beliau adalah membaca ulang kisah-kisah tentang mukjizat, keistimewaan serta pola hidup beliau yang agung sekaligus agar menjadi perbendaharaan iman dihati kita masing-masing.


Maulid Nabi adalah suatu acara yang didalamnya melibatkan pembacaan sejarah kehidupan beliau, meskipun banyak golongan yang tidak merestuinya, namun acara tersebut tetap terlaksana setiap ada kesempatan dijumpai tanpa terkikis kesombongan zaman.

Orang pertama yang memperingati Maulid:

Ada yg mengatakan bahwa orang pertama yg memperingati Maulid Nabi SAW adalah beliau Syaikh Umar bin Muhammad Al-Mulâ salah satu dari orang-orang saleh yg terkenal saat itu, yg berasal dari kota Maushil (Mosul) dan kemudian di ikuti oleh para penduduk kota Irbil, Mosul dan Irbil adalah nama kota di Irak, sedangkan Al-Mulâ adalah suatu gelar yg oteritas keilmuannya di akui oleh masyarakat Timur Tengah semisal Hujjah Al-Islam, Syaikh Al-Islam, Al-Imam dll).


Sedangkan Al-Imam Jalaluddin Abdurrahman Al-Suyuthi menjelaskan bahwa orang yg pertama kali memperingati Maulid Nabi adalah penguasa Irbil, yakni raja Muzhafar Abu Sa'id Kukburiy ibn Zainuddin Aliy bin Buktakin.


Tata cara Maulid menurut para Ulama :


Sebagaimama keterangan di atas bahwa peringatan Maulid Nabi SAW dapat diwujudkan dengan berbagai macam bentuk yg bersifat positif dengan catatan tidak menentang atau menyimpang dari Syari'at, namun demikian ada baiknya juga kalau kita mengikuti metode-metode yg disukai dan dipilih oleh para Ulama dalam memperingati hari yg sangat berarti tersebut.


Adapun metode yg disunnahkan menurut para Ulama yaitu berkumpul pada suatu majlis yg didalamnya ada pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur'an meskipun sedikit, serta Hadits-Hadits yg berkenaan dengan Baginda Nabi SAW, termasuk keajaiban-keajaiban yg terjadi saat beliau berada dalam kandungan sang Ibu dan proses kelahiran beliau, berikut perjalanan (biografi) beliau. Kemudian dihidangkan berbagai makanan untuk jamuannya, boleh juga diiringi dengan irama pukulan rebana (terbang;jawa) tanpa meninggalkan tata krama.


Imam Syihabuddin Muhammad Abdurrahman bin Isma'il mengatakan: Diantara hal baru (bid'ah) yg paling baik pada zaman ini adalah apa yg dilaksanakan oleh penduduk kota Irbil pada setiap tahun, tepatnya pada hari dan tanggal dilahirkannya Nabi Muhammad SAW, yaitu ketika mereka bersedekah, berbuat baik, merias diri, dan menampakan kegembiraan, dengan maksud mengisyaratkan rasa cinta dan rasa hormat mereka terhadap Rasulullah SAW serta merasa bersyukur atas anugrah Allah SWT yg berupa hadirnya seorang Nabi akhir zaman.


Hal-hal yang tidak pantas dalam Maulid


Telah dijelaskan bahwa proses acara Maulid tidak ditentukan dengan metode khusus, karena acara tersebut bersifat Ijtihadiyyah yg acapkali terjadi Khilaf atau perbedaan. Namun demikian, bukan berarti acara Maulhd dapat dilaksanakan demgan cara yg bebas, pasalnya acara Maulid merupakan media umat Islam dalam mengungkapkan kebahagiaan atas lahirnya oran yg dicintai, sehingga tidak pantas apabila momen yg sangat berarti itu dikotori dengan perbuatan yg dapat menyakiti orang yg dicintai tersebut.


Adapun diantara para Ulama yg mengharamkan Maulid yg didalamnya terpraktek perbuatan mungkar adalah :

1. Syaikh Abu Abdillah Ibnu Al-Hajj Al-Malikiy

Didalam karyanya "Al-Madkhol" pada pasal mengenai Maulid dijelaskan bahwa : Sebagian dari bid'ah yg diciptakan oleh masyarakat namun hal itu malah dianggap merupakan bagian dari ibadah yg agung dan memperlihatkan syi'ar agama, adalah Maulid yg diselenggarakan pada bulan Rabi'ul Awwal. Tetapi dalam prakteknya ternyata acara Maulid tersebut banyak mengandung bid'ah dan hal-hal yg diharamkan, diantaranya adalah merayakan dengan menggunakan penyanyi sekaligus diiringi irama alat musik yg membangkitkan hasrat untuk bergoyang seperti irama genderang, seruling dan sebagainya yg terasa nikmat ditelinga para pendengar. Hal tersebut berlangsung hingga menjadi kebiasaan buruk, sebab mereka mengisi kebanyakan waktu yg menjadi anugrah Allah SWT dengan bid'ah-bid'ah qobihah dan hal-hal yg diharamkan oleh-Nya.


2. Syaikh Al-Islam Hafizh Al-Ashr Abu Al-Fadhil Ahmad ibn Hajar Al-Asqolaniy


Suatu saat ketika beliau ditanya tentang peringatan Maulid, beliau menjawab dengan keterangan sebagai berikut:


Pada dasarnya peringatan Maulid adalah bid'ah yg belum pernah dikutip dari satupun Ulama Salaf Al-Sholih pada tiga kurun yakni masa Nabi, Sahabat dan Tabi'in, namun demikian peringatan tersebut pasti memuat beberapa kebajikan dan kebalikannya, oleh karena itu siapa saja yg mempraktekkan untuk melaksanakan dengan kebaikan-kebaikan dan menghindari kebalikannya maka itu bisa ditengarai sebagai bid'ah hasanah, jika tidak demikian maka bukan bid'ah hasanah melainkan bid'ah sayyi'ah.


Dalam masalah amalan Maulid saya mempunyai dalil yg kuat yg dikutip dari Al-Shahihain (bukhari-muslim) : Bahwasanya ketika Rasulullah SAW tiba di kota Madinah beliau menjumpai orang-orang Yahudi berpuasa hari Asyura atau 10 Muharam. Kemudian beliau bertanya kepada mereka (tentang puasa yg mereka laksanakan), lantas mereka menjawab, hari ini merupakan hari dimana Allah SWT telah menenggelamkan fir'aun dan menyelamatkan Nabi Musa AS, oleh sebab itu kami berpuasa sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT.


Hadits tersebut menjadi dasar untuk pelaksanaan syukur kehadirat Allah SWT atas apa yg di anugerahkan-Nya pada hari yg tertentu, baik itu berupa pemberian nikmat atau dari musibah, selanjutnya pada hari yg sama momen tersebut diulang pada setiap tahunnya. Sedangkan syukur kepada Allah SWT dapat diwujudkan dengan berbagai macam ibadah, seperti sujud, berpuasa, bersedekah dan membaca Al-Qur'an. Dan apakah memang ada nikmat yg lebih agung bila dibandingkan dengan hadirnya Nabi Muhammad SAW ini yg menjadi rahmat pada hari yg ditentukan itu.
>>ainul

0 komentar:

 

Mutakhorijin Ploso

Rasa Ta'dzim Kami untuk Semua Masyayikh Pesantren Alfalah Ploso, Melaluli Blog ini Semoga Terjalin Ukuwah Antar Sesama Alumni.

Mutakhorijin Alfalah Ploso Kediri Copyright © 2010 limpas Oline rudin for Wong limpas